Pages

Kamis, 01 Juli 2010

(RED) Part 7: Remembering Past

Beberapa saat kemudian, keluarga angkat Mia datang, tidak terkecuali tante Risa, namun ia tidak datang bersama suaminya. Ibu angkat Mia langsung masuk ke ruangan VIP dan menemui Mia di sana.


“Kamu nggak apa-apa nak?”

“…”


Mia keheranan, ia kehilangan ingatan dan harus memulai semuanya dari nol. Mendapat pertanyaan seperti itu pun ia tidak bisa menjawabnya dengan tegas seperti biasa. Ia tidak ingat apa yang dilakukannya kemarin, semalam, bahkan kenapa ia bisa terbaring seperti sekarang. Saat ini, ia hanya bisa menggeleng jujur.


“…?”

“Kamu tidur aja, kondisimu belum pulih benar…”


Mia lantas tertidur. Di sisinya sekarang hanya ada ibu angkatnya, ayah angkatnya, dan teman-temannya yang menemaninya sejak tadi.

***

“DIAM!!!”


Mendengar teriakan seperti itu, Mia dengan cepat menutup mulutnya. Suasana belantara yang liar semakin terasa dengan teriakan bagaikan harimau yang sedang mengaum di tengah kegelapan malam. Mia sekarang digendong oleh seorang laki-laki dewasa—entah siapa, yang pasti Mia tahu ia tengah akan diculik seperti hal yang dulu pernah didengarnya saat menonton berita di TV. Saat mencapai sebuah rumah yang kosong tak berpenghuni, Mia diikat dan mulutnya dibekap dan ia ditinggalkan sendirian di sana. Ingin ia mati saat itu, karena tidak kuat menahan sakit luka cambuk yang dideritanya sejak awal masuk sampai sekarang. Ia tak tahu harus bagaimana sekarang, pintu tua itu terkunci, mengunci gerakan perempuan itu di dalam sebuah gudang yang penuh dengan debu. Lalu, ia teringat kata-kata orang yang menculiknya tadi.


“Kamu jangan keluar sebelum aku mengeluarkanmu, jangan mengeluarkan suara, dan jangan coba-coba menghubungi teman-temanmu di sana!”


Mendengar bentakan itu, tubuh Mia semakin menggigil dan berkeringat dingin. Di luar, laki-laki itu tampak tersenyum puas tanpa menyadari ada seseorang yang akan membalas telak perbuatannya di belakang…

***

Di dimensi ini, Mia sudah tidak asing lagi. Mia yang ada di dunia ini masih punya ingatan, dan masih mengingat apa yang ia lakukan kemarin. Gadis itu mengenakan mantel dengan panjang selutut dan sweater hitam di dalamnya, ia juga memakai sepatu boot dan syal berwarna cokelat seperti warna serupa mantelnya. Hanya yang membuat ia keheranan adalah wujud dimensi ini, bukan ruangan gelap, bukan sebuah kamar…melainkan jalanan di tengah turunnya salju di mana pepohonan di sekitarnya sudah ditutupi gumpalan salju. Ia sendiri tengah berjalan sendirian di sana, menyusuri beberapa labirin yang sepi, sesaat kemudian ia mendapat tepukan halus dari belakang.


“Desta?”

“…Kamu masih ingat…aku?”

“Tentu saja! Memengnya aku ini pura-pura tidak ingat?”

“Nggak…hanya saja, baru tadi kau kehilangan ingatan, kau tidak mengingat kami…”

“Kami?”

“Aku…Rika…dan Shiroi.”

“Maaf, tampaknya aku yang itu sudah melupakan kalian, tapi bisa saja aku ingat lagi…”

“…?”

“Lalu mereka sendiri ke mana?”

“Shiroi di bawah pohon, Rika di taman rumahmu.”

“Ru…mahku? Ini kaan…”

“Yaa…dunia ini adalah interpretasi dari sebuah dunia yang kau inginkan.”

“Lalu, siapa yang mengajak aku ke sini?”

“Kamu tidur kan?”

“Iya…”

“Tepatnya ini alam bawah sadarmu…kamu pernah membayangkan ini kan?”

“…Mungkin…aku tidak ingat.”

“Kalau begitu, aku tanya kau sekarang…kamu sehari lagi akan menjadi kelas berapa?”

“…Dua, bukannya ulangan akhir semester sudah selesai?”

“…Eemm…iya.”

“Kebun mawar ibuku pasti sudah tertutup salju…”

“Benar..kalau kau tidak mau suasana hangat ini hilang…”

***

*BRAAAAK*

Di kegelapan, muncul sesosok laki-laki dewasa, namun bukan orang yang tadi menculik anak itu. Dari seberkas cahaya dari luar, Mia bisa mengenal sosok itu.


“Ketua?”


Tanpa berkata apa-apa, laki-laki itu langsung menggendong Mia dan berlari menembus hutan belantara

menuju markas. Mia sendiri akhirnya tertidur pulas. Ia langsung ingat, ia sudah melanggar janjinya kemarin kepada orang yang menyelamatkannya sekarang.


“Kamu jangan sekali-kali hendak keluar dari sini, walaupun hanya satu meter dari kawat berduri!”


Walaupun Mia dengan jelas mendengarnya, anak itu merasakan beban yang terlalu berat di wilayah ini. Ia tidak bisa keluar, namun sepanjang hari yang diterimanya adalah caci maki orang yang tidak sekalipun ia kenal. Walaupun sebenarnya anak itu tidak tahu mereka telah mengetahui identitas anak itu yang sebenarnya dan sangat mengkhawatirkan keadaan anak itu, terlebih jika suatu saat anak itu dijemput “keluarganya”.

Seberkas sinar fajar membangunkan tidur anak itu, ia tidak tahu berapa kilometer laki-laki itu berusaha kembali ke markas dengan membawa seorang anggota yang hampir dinyatakan hilang. Saat ia tersadar, banyak orang menantinya, membuatkan ia makanan dan minuman walaupun hanya seadanya dan membacakannya sebuah cerita. Ia tengah terbaring, lalu seorang wanita menghampirinya.


“Maafkan kami…hanya ini yang bisa kami lakukan…”

“…?”

“Kau menderita di sini?”


Mia mengangguk. Anak itu berharap wanita itu tidak segalak ketua tadi.


“Kau tahu anak itu kan?”

“Siapa?”

“…Shiroi…”

***

Suasana kembali ke sebuah taman mawar yang tertutup salju, di sudut labirin ada orang yang menanti gadis itu sambil duduk di kursi taman. Mia tidak langsung menghampirinya, ia memetik sebuah bunga mawar dan membersihkannya dari gumpalan salju hingga tersisa sedikit salju yang menutupi mahkota bunganya. Kepalanya tertunduk.


“Di bawah pohon…?”


Lalu ia menengadah sambil berjalan ke arah seseorang yang ada di depannya. Gadis itu melihat rumah di belakangnya, sejenak sebelum ia menyadari orang itu sudah menghampirinya duluan. Sebuah rumah yang sangat besar dan megah, namun seperti tidak berpenghuni.


“Mia Concourie…ingat aku?”


Mia menengok ke belakang dan langsung mengangguk di tengah hujan salju yang terasa hangat. Gadis itu langsung dihampiri oleh temannya yang lain.



“Rika?”

“Hmm…kau masih ingat, mimpi apa semalam?”

“Se…semalam?”

“Oo…jangan-jangan mimpi bertemu laki-laki ini ya?”

“Eeeh…enggak, aku hanya bermimpi, indah walau akhirnya buruk.” Mia mencoba tetap tersenyum.

“Haah…Mia, kapan ingatanmu akan kembali?”

“Entahlah, kuharap secepatnya...”

“…”

“Aku ingin kembali lagi ke masa laluku…karena itulah aku terpaksa melupakan kalian…”


Semuanya tiba-tiba terdiam begitu saja. Mia menghela nafasnya, lalu berbalik dan pergi keluar dari lingkungan taman.

***

“Kau tidak tahu ya?”

“Kakak…aku tahu kok…kenapa kakak bisa tahu kalau aku mengenalnya?”

“Sebenarnya…”

“…?”

“Aku ini ibunya…”


Mia terdiam sesaat. Lalu, Shiroi yang sekarang tinggal dengan siapa? Batinnya. Namun, pada akhirnya ia bangun dari tempat tidurnya dan beranjak ke sudut kamar.


“Kalau kau bertemu dengannya…katakan…”

“…”

“Aku merindukannya…”


Setelah menatap wanita itu agak lama, Mia kembali melipat kakinya dan menangis di tengah kesepian. Ibu Shiroi? Gumamnya…

Seberkas sinar menjelang siang mulai menerangi kamar itu, tampak seperti sebuah ruangan sederhana dengan sedikit penerangan. Ada beberapa tempat tidur di tempat yang agak luas itu. Sementara itu, Mia kembali mengingat sosok anak itu saat pertama kali berkenalan.

Ia tidak mungkin menemui sosok itu sekarang…

***

“Mia…tunggu!”


Shiroi kecil berlari di tengah jalan yang tertutup salju, meninggalkan jejak yang agak jarang jaraknya. Anak itu terus berlari menuju arah Mia yang sekarang. Mia meneruskan berjalan menembus hujan salju yang perlahan membuat semua yang dilihatnya adalah gumpalan berwarna putih. Tak lama, anak itu langsung menghalangi Mia, membuat gadis itu berhenti berjalan di sudut perempatan.


“Haaah…capek…” Keluhnya polos.

“…?” Mia menatap anak itu bingung, lalu ia berjongkok.

“Mia…”

“Kau Shiroi kan?”

“Umm…iya.” Anak itu langsung mengangguk.

“…Ibumu merindukanmu. Jadi…maaf kalau aku melupakanmu.”

“Ini benar…Mia?”


Gadis itu tersenyum hangat.


“Kok…sudah besar?”

“…”

“Aku ingin Mia juga seperti ini sekarang…”

“…”

“Iya kak?”

“Kalau begitu…apa kita harus berjalan melewati jalanan ini…?”

“…?”

“Aku terlalu melupakan mereka, tapi aku tidak akan melupakanmu, kau mengerti?”


Mia mengusap rambut anak itu, lalu mencium keningnya. Sesaat kemudian, sosok anak itu menghilang dalam kabut salju dan berganti dengan seseorang yang ada di hadapannya sekarang. Mia berdiri, dan berbalik setelah memandang orang itu beberapa saat.


“Kak Mia?”


Mia segera berlari di tengah badai yang muncul secara tiba-tiba, tidak mempedulikan laki-laki itu yang terus mengejarnya. Ia tidak melihat sekalipun bahaya yang berada di depannya. Lalu, ia terjembab.

*GUBRAAAK*

Gadis itu terjatuh, kini posisinya tengkurap dan dimensi itu mengubah wujudnya kembali. Kini, ia tengah tengkurap di atas karpet di sebuah ruangan yang di sekelilingnya berpintu banyak. Ia bangun, lalu ia duduk di kursi yang berada di tengah ruangan itu.


“Mau kubuatkan sesuatu?”


Mia menggeleng, lantas ia menengadahkan kepalanya dan menatap seseorang yang berada di hadapannya.


“Ini ingatanku sekarang, saat aku bangun…aku mungkin tidak akan mengingatmu lagi.” Kata gadis itu dengan mimik serius.

***

Seorang pria berbadan tegap memasuki markas dengan wajah yang penuh dengan kecemasan. Di tangannya ada sebuah PC Tablet yang memberitahunya berbagai informasi. Lantas, ia menghampiri bawahannya.


“Mia harus dijemput sekarang, kita akan jadi sasaran penyerangan.”

“Ketua? Kenapa tiba-tiba berkata seperti itu?”

“Sebuah jaringan mafia hukum tidak akan membiarkan anak itu hidup, selama identitasnya ada.”

“Jadi?”

“Besok bisa jadi adalah waktu untuk nyawa terakhir kita bertempur. Setelah anak itu pergi, segera lakukan penyegelan terbaik di sekitar wilayah ini!”

“Baik, ketua!”


Tak lama, mobil jeep menembus hutan dan masuk ke area itu, mobil yang akan mengeluarkan Mia dari sana.


“Lupakan semua ini, kecuali hasil latihanmu, Mia…” Wanita itu terisak, lalu merangkul Mia erat.

***

Beberapa minggu kemudian…

Sebuah sedan hitam yang elegan tampak memasuki halaman rumah sakit. Sementara itu, Mia tampak berjalan menyusuri lorong setelah keadaannya pulih. Ingatannya dengan cepat sudah pulih kembali walaupun ia kadang benar-benar mendadak lupa akan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Akan tetapi, hal itu sebenarnya berlangsung hanya dua hari sejak ia dirawat di sana. Selebihnya hanya sandiwara.


“Ayo masuk, kita pulang ke rumah.”

“Baik…ibu…”


Gadis itu naik ke mobil, ia memakai blazer putih dengan kemeja hitam. Rok panjang hitamnya disingkapkan sekilas ketika ia akan duduk di jok belakang bersama ibu angkatnya. Tak lama, mobil itu mulai meninggalkan area rumah sakit.


“Ibu…”

“Shiroi mana?” Ibunya langsung panik.

“Dia sekolah dulu, nanti sore ia akan berkunjung.”

“…”

“Tumben ibu bertanya seperti itu, ada apa?”

“Berhati-hatilah…”

“Kenapa?”

“Ibu tidak tahu…tapi suatu saat dia akan lebih mempercayai orang lain selain kamu, Mia…”

“Maksud ibu?”

“…Ibu merasa…aneh dengan sikapnya sekarang, sebaiknya kau lanjutkan acara sandiwaramu.”


Mia terkejut, darimana ibunya bisa tahu? Batinnya.


“Selama orang itu masih hidup…kau jangan cepat percaya padanya.”

“…?”

“Suami Risa mulai berkhianat.”

***

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda mengenai posting di atas, terima kasih :)