“Mia?”
“Kakak lama sekali, habis ngapain?”
Grace membuka sebuah kotak, lalu diberikannya sebuah kue kepada Mia.
“Makanlah, kamu pasti lapar.”
Mia menggeleng, tapi ia menerima kue itu dengan tangannya.
“Kau marah padaku?”
“Nggak…Tadinya aku mau ke jembatan itu, tapi aku takut.” Mia berkata sambil menunjuk jembatan yang menghubungkan danau itu dengan daratan yang berada di tengahnya.
“Kalau begitu..kita ke sana sekarang, kamu mau kan?”
Mia mengangguk. Lalu mereka berjalan menyusuri jembatan yang sepi itu.
***
3 bulan kemudian…
Mia merenung di kamarnya. Ingin rasanya ia memaksakan diri pergi keluar rumah. Tapi, sejak sepekan yang lalu, Grace melarangnya untuk pergi ke rumah Grace tanpa alasan yang jelas. Lalu ia kembali mengingat kejadian yang menimpa dirinya tiga hari yang lalu, saat ia pulang terlambat dari sekolah dan keracunan makanan. Karena kondisi tubuhnya yang masih lemah, ia dilarang kemana-mana oleh ibunya. Ada rasa bersalah di hatinya, sejenak ia memandang sebuah foto yang disimpan di meja belajarnya, foto Grace. Tiba-tiba handphone nya berbunyi. Grace meneleponnya..
“Kak…maafka…”
“ Mi…Mia, kamu kesini sekarang juga, di atap gedung kantor ayahku…”
“ Di…Kakak dimana??”
“ Di perusahaan software…sebaiknya kamu cepat-cepat ke sini…ce…”
*PRAAAK*
*DOOOOOOOR*
“Senapan??? Kakak? Kak Grace???”
“AAAAAAAAAAA!!!”
“Ka…Kakak?!”
Mia bergegas membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Dengan bergegas ia loncat keluar, ibunya sedang pergi sehingga ia bisa dengan bebas keluar dari lingkungan rumahnya. Ia berlari sepanjang trotoar dan bergegas menyebrangi jalan. Dengan cepat ia sampai ke gedung setinggi dua puluh lantai itu. Petugas keamanan sempat menghadangnya masuk, namun serta merta ia berontak dari dua orang petugas itu. Lalu, ia masuk ke lift bersama seorang anak laki-laki yang sebaya dengannya.
“Ada perlu apa kau?”
Mia tidak menjawab, dengan cepat ia raih tombol menuju lantai 20, lantai paling atas.
“Maaf, tapi aku harus ke atap gedung ini, kau tahu jalannya?” Tanya Mia.
“Ada perlu apa? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya.”
“JAWAB PERTANYAANKU!” Teriak Mia sambil menarik kerah kemeja anak itu.
“ ..Kamu tinggal cari tangga pintas, pintu daruratnya ada di dekat lift ini.”
“ Makasih!”
“Memang kamu siapa? Yang mengincar harta nona Grace?”
“Aku temannya.”
“…”
Setelah lift itu terbuka, mereka keluar. Anak itu pergi ke ruang rapat sementara Mia dengan cepat menemukan pintu darurat dan bergegas menuju atap gedung itu.
“Kakak!”
Grace tengah kelelahan menghadapi laki-laki kekar bersenapan itu. Ia hampir menangis. Lalu ia melemparkan buku tebalnya ke arah Mia. Mia yang tidak tahu apa-apa heran melihat semua ini, namun ia segera meraih buku itu. Setelah penglihatan Mia benar-benar jelas, ia melihat laki-laki itu melarikan diri. Grace sendiri bahunya tertembus peluru. Grace berjalan gontai ke salah satu sudut atap yang rata dengan semen itu, lalu mengisyaratkan kepada Mia agar menghampiri dirinya.
“Maafkan kakak…kakak hanya tidak mau kamu ikut terlibat…kalau kakak terjun dari si..ni..ka..mu..”
*OHOK!*
“Kakak!! Maafkan…Mia…”
“ng..gak apa..pokoknya…kamu harus per..gi..kalau tidak..ka..mu..dibunu..”
“..Kenapa kakak nggak cerita ini sama Mia? Ke…napa?”
“Ka..mu pergi sa..na..baca buku itu..dengan res..mi..kamu..”
“…”
“Kamu sekarang adalah Mia Grace, penggantiku..”
“Kak…”
“Aku nggak mau mati dibunuh…aku mau lo..”
“Jangan! Aku nggak mau kakak…”
“Maaf..kamu pergi sana ya..? Biasanya kamu nurut sama kakak kan?” Grace mendorong Mia pelan.
“Ta…pi…”
“Pergi..”
Mia bergegas turun, lalu kembali lagi ke lift. Ia bertemu lagi dengan anak laki-laki tadi di dalam lift.
“Itu buku siapa?”
“Kak Grace…”
“Kenapa nangis?”
“…”
“Kenapa nona besar bisa ada di sana?”
Mia menggeleng sambil mengusap air matanya.
“Aku Shiroi, kamu siapa?”
Mia tidak menjawab sampai lift itu terbuka, dengan pelan ia berjalan searah dengan Shiroi. Lalu ia melihat seseorang yang menembak Grace ada di lantai itu dan tampak sedang berbicara dengan rekannya. Saat matanya hendak melirik ke arah Mia, Mia segera mempercepat langkahnya dan keluar dari gedung itu. Shiori mengejarnya sampai Mia menyebrangi jalan. Tanpa disadari, Grace memperhatikannya dan ia segera meloncat dari atap gedung itu, bunuh diri.
Mia berlari ke arah taman bermain, cukup jauh dari gedung itu.
“Sekarang jawab, kenapa kau mengikutiku?”
“Kamu siapa? Kau bukan dari keluarga pemilik gedung itu kan?”
“Ya, namaku Mia, kau Shiroi ya? Saudaranya Grace?”
“Bukan…hanya teman tantenya.”
Mia menghampiri tempat ayunan, lalu ia duduk di ayunan itu.
“Sebaiknya kamu cepat pulang, kamu sakit kan?”
“…Kenapa kamu tahu?”
“Wajahmu pucat.”
Seorang wanita dengan mobil sedannya berhenti di depan taman. Lalu ia memanggil Shiroi.
“Urusan nyonya besar sudah selesai?”
“ Ya, ini teman barumu, Shiroi?”
“Begitulah…Bagaimana dengan nona Grace?”
“…Ia tewas, terjun dari atap gedung. Tapi ada bekas peluru di bahunya”
Mia terkejut, demikian Shiroi. Lalu Shiroi mengepalkan tangannya ke arah Mia.
“Kau membunuh nona Grace kan? Ayo mengaku!”
“Enak saja, kakak sudah ditembak sebelum aku sampai di situ!”
“ Shiroi…CUKUP!”
“…”
“Nak…tolong jelaskan peristiwa ini pada tante.”
“Aku…takut tadi…” Suara Mia bergetar.
“Kenapa buku yang suka dibawa nona besar ada di tanganmu?”
“Buku ini ia berikan padaku, lalu ia menyuruhku pergi…lalu…”
“Kau tidak membunuh nona besar kan?”
“CUKUP! Aku mohon…jangan ceritakan peristiwa ini pada siapapun termasuk orangtua kakak…”
“Tapi kamu nggak membunuh Grace kan?”
“Apa saya harus bersumpah agar tante percaya?...Kakak berpesan…sampaikan kalau kakak ditembak orang lain dan loncat dari atap gedung itu…orang yang tidak kakak kenal sama sekali.”
“…kau mau jadi saksi mata di persidangan?”
Mia menggeleng, “Maaf tante, tapi ibuku menunggu di rumah.”
Shiroi hanya memandang gadis kecil itu dari jauh saat kemudian Mia berlari menembus semak belukar. Alangkah terkejutnya Mia saat ia memasuki rumahnya yang kosong…dan menemukan ibu dan dua pembantunya tewas ditembus peluru.
“Ibu!”
“Mi…a…ibu masih hidup…” Ibunya berkata terbata.
“Ayah mana?”
“Kau kemana sa..ja nak? A..yah su…dah…”
“…Maafkan Mia…”
“Ibu tahu..menyelamatkan keluarga Grace itu lebih baik untukmu…”
*TRONG TRANG*
“Ayah...di ruang piano..ibu akan pergi…semoga kau baik-baik saja nak…”
“I…bu..!!!”
Dari ruang utama, terlihat tubuh ayah dari anak itu menimpa piano. Hanya anak itu yang kini hidup sebatang kara. Tak lama kemudian dua orang wanita berpakaian resmi menjemput dirinya.
“Mia Grace, urusanmu sudah selesai…kau akan kembali lagi ke sini setelah kau berusia 15 tahun.”
“Ka…kalian siapa??”
“ Kami…akan melatihmu sesuai keinginan nona Grace sebelum ini.”
“Kalian…bukan yang merencanakan pembunuhan ini…?”
“Tidak, dan kami masih melacak orang yang membunuh orangtuamu.”
“Kalian dari kepolisian?”
“Bukan…kami adalah pengawal nona Grace di balik layar.”
“…”
Mia dan dua orang itu segera naik ke mobil. Mereka hendak membawa Mia ke sebuah tempat terpencil di negeri itu. Mia tidak bisa berbuat apa-apa…ia hanya bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, setidaknya setelah latihan selama tiga tahun ini selesai.
***
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda mengenai posting di atas, terima kasih :)